Monday, April 23, 2007

Sahabat

Sahabat adalah anugerah
Penenang dikala gundah
Penyemangat dikala pasrah
Penolong dikala susah

Sahabat adalah keindahan
Setia menyapa dengan senyuman
Menebarkan sisi lain kedamaian
Yang terukir lembut dalam jalinan

Sahabat adalah cinta yang kan mendamaikan dunia lewat jabat erat nan hangat
Karena persahabatan adalah kepribadian yang meiliki kekuatan menebarkan kenyamanan

Yang terbaik bagi kita adalah
Seberapa besar kehadiran kita bisa bermanfaat bagi orang lain
Maka dengan sendirinya sahabat pun akan datang
Jikalau tidak, maka tak kan pernah ada ruginya
Karena senyuman yang kita tebarkan
Adalah cerminan kepuasan dan kelapangan jiwa yang kita miliki

Senyum Adalah Kekuatan

Sahabat, betapa ringannya langkah kita jika diawali dengan doa dan senyuman. Betapa tidak dengan itu tergambar ketulusan hati yang memiliki kekuatan untuk memudahkan kita dalam menyikapi banyak hal dalam hidup dan kehidupan.

Coba tengok setiap jiwa yang tandus yang tergambar dengan mimik wajah yang kusam, kusut dan terbumbui sedikit amarah. Betapa berat hidup mereka dan betapa lebih mudah mereka untuk cepat tua. Tapi dengan senyum sel-sel di wajah akan tetap segar sesegar bunga yang terbasahi embun di pagi hari. Dengan itu tubuh pun ikut tersehatkan dan segar sepanjang hari.

Percayalah senyum itu adalah seni yang tercermin dari kedamaian hati. Semakin damai hati kita maka senyum itu akan tersebar pada setiap insan yang terjumpai. Hingga terbersit arti "aku aman bagimu, aku menebarkan kebaikan untukmu dan aku adalah sahabat baikmu."

Lalu masihkah ada alasan untuk pelit dalam tersenyum?

Renungan Sang Khilaf



Sosok gontai terseok diterpa angin
Timur dan barat selalu berubah
Sujud semu hiasi pagi, siang dan malam
Lalu berjalan kembali pada arah yang menjemukan

Batin merintih haus akan ridho-Nya
Namun nafsu senantiasa menahkodai hampir setiap hembusan nafas
Ketika masih ada detik tersisa untuk merenung
Lonceng hingar pun mengucilkan kekhusuan

Sulit bagi diri untuk melepas belenggu kenistaan
Padahal cahaya itu begitu terasa dekatnya
Namun kenapa wajah ini selalu berpaling
Seolah tersilaukan olehnya

Kumandang seruan menjemput kemenangan
Terdengar jelas namun kubuat samar
Nurani ini gusar akan ulah yang menjadi klise
Batin meronta untuk bergegas menghampiri arah seruan itu bermula
Tapi kaki terasa berat seolah terikat pada lantai yang pekat

Usia ini terus menua namun tubuh makin mengerdil
Seakan sia-sia setiap pelajaran yang tampak di depan mata
Semakin lama semakin hina
Semakin hitam hati dan merah wajah ini

Solat lebih baik daripada tidur
Seruan itu sudah tak akrab lagi di telinga
Mentari pun jengkel akan ulah selimut yang setia menutupi mata
Hingga tak ada beda subuh dengan duha

Sampai kapan ini akan berakhir
Ketika bibir tak pernah basah oleh dzikir
Ketika pikir tak lagi untuk bertafakur
Rumput yang bergoyang pun tak pernah mau menjawabku
Bahkan ketika kuterbenam di dalam padang ilalang
Hanya duri-duri kecil merobek kusam kulitku seolah mengusir
Sudah begitu hinakah aku

Peduli apa aku akan semua ini
Aku akan habiskan waktu yang dengan bengis terus meninggalkanku
Tapi, apakah ini akhir dari sebuah perjalanan
Tidak, masih ada secercah harapan
Dari hati yang senantiasa menunjukkan kehausan

Aku akan coba dan coba lagi
Arahkan wajah pada kiblat yang tak pernah berpindah
Lalu kubenamkan pada sujud yang membungkam
Dan kutolehkan ke kanan dan kiri dengan senyuman

Kan kusediakan waktu untuk kumanjakan hatiku
Biar aku harus terdampar dari jauhnya hingar bingar
Hingga langkah ini semakin lurus meski tidaklah mulus

Jika nanti aku kembali terasing di persimpangan
Dan kembali terlupakan kebingungan
Ku yakin hati ini tetap ada
Dan kelak aku akan kembali lagi pada langkah semula

Tak akan pernah cepat memang aku sampai pada tujuan
Tapi aku akan lebih bersyukur daripada tidak sama sekali

Mungkin air mata ini tak mudah untuk terjatuh
Tapi jika ada saja satu butir yang tertetes
Maka itu adalah buah dari ketulusan nuraniku

Saturday, April 21, 2007

Muqadimah

Saat tubuh mungil ini terlahir
Tangisan memecah kecemasan
Menghantarkan berjuta warna kebahagiaan
Dari Sang Pecinta yang telah menunggu lama

Meski kedua mata belum kuasa melihat
Tapi mata lain jelas yakin
Bahwa ada aura cinta yang begitu besarnya
Yang langsung menghangatkan tubuh kita yang rapuh
Dan memastikan bahwa kita berada dalam perlindungan kasih sayang

Tetesan air cinta sebagai nutrisi utama
Dan belaian lembut serta kecupan hangat yang meneguhkan
Mengiringi hari sebagai saksi perubahan
Dan kita pun semakin yakin kita berada pada sepenggal perjalanan

Betapa kuat tekad kita
Saat beribu langkah pertama gagal dengan mudahnya
Namun dengan sangat mudah pula kita berdiri
Dan kembali mencoba hingga kita bisa, sangat bisa

Kita memang terlahir untuk menjadi pemenang
Karena kita bukan dilahirkan dari sepasang pecundang

Kita terlahir bukan tanpa alasan
Dan kita terlahir bukan tanpa tujuan
Kita terlahir jelas agar mampu menjadi pemain
Bukan untuk menjadi korban

Tidak lagi ada kata utama selain YAKIN
Dan kata yang lainnya adalah pelengkap